Koleksi Buku Sastra
Oleh: Anggrek Lestari Asy-Syifa
Membaca dan menulis aku ibarat mencicipi dan memasak. Kita tidak akan pernah memasak makanan selezat apapun jika tidak pernah
mencicipi makanan yang lezat. Nah, begitu juga halnya dengan menulis.
Kita tidak akan pernah menulis tulisan sebagus apapun jika kita tidak
pernah membaca tulisan milik penulis lain. Kita harus tahu kualitas
seperti tulisan yang bagus. Aku juga pernah baca di Surat Kabar kalau membaca akan menurunkan
risiko terkena penyakit 'mudah pikun' bahasa ilmiah mudah pikun aku
lupa. Ada al-al nya gitu depannya. Hehe.
Oleh sebab itulah aku mengoleksi buku. Berhubung aku penikmat sastra,
kebanyakan aku mengoleksi karya sastra serius. Novel, kumpulan cerpen
dan puisi. Kalau novel-novel teenlit biasanya aku tidak beli. Hanya
baca-baca saja di Gramedia. Selebihnya aku mengoleksi buku nonfiksi
psikologi dan pengembangan diri.
Aku ingin punya semua buku-buku sastra best-seller. Jadi nanti kalau
sudah tua kita bisa mengenang buku itu. Dan rasanya tidak sempurna kalau
buku-buku best-seller yang dibicarakan banyak orang tidak bisa aku
miliki.
Dulu sebelum aku kuliah, aku tidak ada pemasukan sehingga bisa
dihitunglah berapa kali aku membeli buku. Kalau sekarang sudah ada
pemasukan khususnya dari beasiswa yang lumayan banyak, aku belikan buku.
Pernah aku belanja satu hari sampai 1 juta aku belanja buku di
Gramedia. Maklum, itu pertama kalinya aku punya uang banyak. Aku model
perempuan yang tidak suka shopping pakaian. Aku lebih memilih mengoleksi
buku daripada baju ataupun sepatu ya barang-barang yang biasanya
dikoleksi perempuan.
Banyak teman-teman bahkan kakakku sendiri berkomentar tidak enak,
"Buat apa beli buku sebanyak itu? Tidak berguna." Aku tidak peduli
perkataan itu. Tapi, aku kesal karena mereka komentar begitu tapi ingin
meminjam bukuku.
Huffft. Aku tidak mau lagi
meminjamkan buku. Sudah banyak pengalaman buruk. Bukuku yang dipinjam
jadi hak milik si peminjam alias tidak dikembalikan padaku. Alasannya
kalau si peminjam aku minta kembalikan buku, jawabannya nantilah,
nantilah. Ihh, kesal. Lama-lama udah kayak pengemis akunya minta-minta
gitu. Akhirnya pun harus mengikhlaskan bukuku. Logika saja, kalau dia
berniat mengembalikan pasti akan dikembalikan.
Gara-gara kejadian itu aku menerapkan prinsip yang pernah dikemukakan
seniorku, "Yang meminjam buku itu bodoh, tapi lebih bodoh lagi yang mau
memberikan pinjaman buku. Ya jelas bodohlah. Udah tahu nanti bakalan
gak dipulangi, masih aja dipinjami."
Bukannya aku pelit, tapi itulah
prinsip. Aku tidak mau lagi buku-buku yang kubeli seenaknya menjadi
milik orang lain. Aku mau mengoleksi buku itu. Kalau dipinjam lalu tidak
dikembalikan lagi, lama-lama aku tidak jadi mengoleksi. Bukunya sudah
habis dipinjam dan tidak dikembalikan. Kalau mau pinjam buku ya di
perpustakaan. Gitu aja kok repot.
Sekarang buku sastra koleksi lumayan banyaklah. Mulai karya-karya
Dewi Lestari serial Supernova, karya Ayu Utami serial Saman dan Bilangan
Fu, karya Andrea Hirata, ada buku-buku kumpulan cerpen salah satunya
karya Bernard Batubara "Milana". Koleksi buku sastra milikku tersimpan
rapi di lemari box.
Cerita Hari Ke-28
Proyek #CeritaDariKamar
Komentar